Darwati: Ini Beban Berat Bagi Saya

Dalam balutan busana gamis kombinasi warna hitam dan oranye  yang dipadu dengan jilbab bermotif warna serupa, Darwati A Gani tampak anggun. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Selama sejam lebih menemani Serambi di ruang tamu rumahnya, kawasan Lampriek, Banda Aceh, Minggu (27/4) pagi, istri mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf ini menuturkan banyak hal, terutama berkaitan dengan  terpilihnya ia sebagai caleg DPRA.

Beberapa informasi yang disampaikannya disebutnya off the record.  Dia ditemani putri bungsunya, Mashita Mutiara Meutuah (10 tahun). “Ini sebetulnya menjadi beban berat bagi saya setelah terpilih (sebagai anggota dewan),” katanya kepada Serambi mengawali pembicaraan.

Darwati merupakan satu di antara 12 perempuan yang berhasil menerobos kursi DPRA. Perjuangan untuk mendapatkannya tidaklah mudah.  Dia berkompetisi di Dapil I ‘kelas berat’ (Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang) yang harus punya segalanya untuk membujuk pemilih dan menundukkan lawan yang punya beragam tipu daya.  Terlebih dia seorang perempuan  yang lazimnya begitu mudah dikalahkan oleh superioritas kaum Adam.  Di beberapa daerah dia bahkan dilarang masuk, karena dianggap berpotensi merebut suara pihak lain.  “Banyak yang telepon, bilang saya tidak boleh masuk desa ini, desa itu.  Karena dlarang, ya saya tidak masuk.  Selain itu, saya juga harus bersaing memperebutkan suara dengan orang-orang seperti Sulaiman Abda dan lain-lain yang punya jam terbang tinggi. Ya, alhamdulillah akhirnya,” kata Darwati.

Namun, jika melihat perolehan suara, sepertinya perempuan kelahiran 7 September 1973 ini begitu mudah meraih simpati warga. Pemilihnya  tersebar, tidak terkonsentrasi di daerah tertentu.  Suara yang berhasil diraihnya lebih dari 7.000. Sedangkan total suara sah Partai Nasional Aceh (PNA) di Dapil I mencapai 20.000-an. Itu berarti, Darwati menyumbang sepertiga suara untuk partai.  Dengan jumlah suara sebesar itu, PNA hanya bisa meraih tiga kursi di DPRA, yang salah satu kursinya dipastikan akan diduduki Darwati.

“Alhamdulillah, suara saya sekitar 7.000-an. Tapi saya bangga dapat suara segitu, karena betul-betul sangat murni, tanpa money politics, tanpa ngasih apa pun kepada masyarakat, tanpa serangan fajar. Dan yang lebih bangga lagi saya tak pernah menjelekkan lawan politik,” kata wanita kelahiran Bireuen ini.

Diakuinya, nama besar sang suami yang mantan Gubernur Aceh ikut mempermulus jalannya meraih kursi dewan. 

Ibu dari lima anak ini meyakini bahwa sebagian besar pemilihnya merupakan kaum perempuan. Berbagai kegiatan yang dilakukan selama ini umumnya berkaitan dengan kepentingan kaum hawa. “Sebetulnya, saya tinggal menyambung silaturahmi saja, seperti sudah saya lakukan sebelumnya,” katanya.

Selama ini pun, kata Darwati, Yayasan Sambinoe yang dipimpinnya masih tetap aktif membantu masyarakat. Bedanya, sekarang semua  biaya untuk kegiatan yayasan harus dirogoh dari kantong pribadi. Tidak ada lagi bantuan dari Pemerintah Aceh. “Saya adalah pekerja sosial yang mencari wadah politik untuk kepentingan masyarakat banyak,” katanya.

Di sisi lain, Darwati berjanji tak akan duduk manis saja setelah dilantik menjadi anggota DPRA. Dia ingin melakukan sesuatu untuk masyarakat. Berbagai program telah disusun, baik di bidang kesehatan, pendidikan, maupun sosial.

Dia juga mengaku sudah siap lahir batin, jika pun harus berseberangan pendapat dengan legislator lain yang kini terpilih menduduki kursi DPRA, termasuk dari Partai Aceh. “Ada yang bilang ke saya, ‘Nanti Bu bersuara lantang, ya!’ Saya katakan, untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat tak harus bersuara keras-keras. Yang penting tercermin pada sikap, perilaku, dan program-program yang menguntungkan masyarakat banyak,” ujar jebolan Program Sekretari Fakultas Ekonomi Unsyiah ini. (*)


Sumber : Serambinews.com